Selasa, 22 Januari 2013

Sejarah

Orang Yunani Kuno memperhatikan bahwa ambar dapat menarik benda-benda kecil ketika digosok-gosokkan dengan bulu hewan. Selain petir, fenomena ini merupakan salah satu catatan terawal manusia mengenai listrik.[9] Dalam karya tahun 1600-nya De Magnete, fisikawan Inggris William Gilbert menciptakan istilah baru electricus untuk merujuk pada sifat penarikan benda-benda kecil setelah digosok.[10] Bahasa Inggris untuk kata electric diturunkan dari bahasa Latin ēlectrum, yang berasal dari bahasa Yunani ήλεκτρον (ēlektron) untuk batu ambar.
Pada tahun 1737, C. F. du Fay dan Hawksbee secara independen menemukan apa yang mereka percaya sebagai dua jenis listrik friksional; satunya dihasilkan dari penggosokan gelas, yang lainnya dihasilkan dari penggosokan resin. Dari sinilah, Du Fay berteori bahwa listrik terdiri dari dua fluida elektris, yaitu "vitreous" dan "resinous", yang dipisahkan oleh gesekan dan menetralkan satu sama lainnya ketika bergabung.[11] Satu dasarwasa kemudian, Benjamin Franklin mengajukan bahwa listrik tidaklah berasal dari fluida elektris yang bermacam-macam, namun berasal dari fluida elektris yang sama di bawah tekanan yang berbeda. Ia memberikan tatanama muatan positif dan negatif untuk tekanan yang berbeda ini.[12][13]
Antara tahun 1838 dan 1851, filsuf alam Britania Richard Laming mengembangkan gagasan bahwa atom terdiri dari materi inti yang dikelilingi oleh partikel subatom yang memiliki muatan listrik.[14] Awal tahun 1846, fisikawan Jerman William Weber berteori bahwa listrik terdiri dari fluida yang bermuatan positif dan negatif, dan interaksinya mematuhi hukum kuadrat terbalik. Setelah mengkaji fenomena elektrolisis pada tahun 1874, fisikawan Irlandia George Johnstone Stoney mengajukan teori bahwa terdapat suatu "satuan kuantitas listrik tertentu" yang merupakan muatan sebuah ion monovalen. Ia berhasil memperkirakan nilai muatan elementer e ini menggunakan Hukum elektrolisis Faraday.[15] Namun, Stoney percaya bahwa muatan-muatan ini secara permanen terikat pada atom dan tidak dapat dilepaskan. Pada tahun 1881, fisikawan Jerman Hermann von Helmholtz berargumen bahwa baik muatan positif dan negatif dibagi menjadi beberapa bagian elementer, yang "berperilaku seperti atom dari listrik".[6]
Pada tahun 1894, Stoney menciptakan istilah electron untuk mewakili muatan elementer ini.[16] Kata electron merupakan kombinasi kata electric dengan akhiran on, yang digunakan sekarang untuk merujuk pada partikel subatomik seperti proton dan neutron.[17][18]

Penemuan elektron

Seberkas elektron dibelokkan menjadi lingkaran oleh medan magnet[19]
Fisikawan Jerman Johann Wilhelm Hittorf melakukan kajian mengenai konduktivitas listrik dalam gas. Pada tahun 1869, ia menemukan sebuah pancaran yang dipancarkan dari katode yang ukurannya meningkat seiring dengan menurunnya tekanan gas. Pada tahun 1876, fisikawan Jerman Eugen Goldstein menunjukkan bahwa sinar pancaran ini menghasilkan bayangnya, dan ia menamakannya sinar katode.[20] Semasa tahun 1870-an, kimiawan dan fisikawan Inggris William Crookes mengembangkan tabung katode pertama yang vakum.[21] Ia kemudian menunjukkan sinar berpendar yang tampak di dalam tabung tersebut membawa energi dan bergerak dari katode ke anode. Lebih jauh lagi, menggunakan medan magnetik, ia dapat membelokkan sinar tersebut dan mendemonstrasikan bahwa berkas ini berperilaku seolah-olah ia bermuatan negatif.[22][23] Pada athun 1879, ia mengajukan bahwa sifat-sifat ini dapat dijelaskan menggunakan apa yang ia istilahkan sebagai 'materi radian' (radiant matter). Ia mengajukan ini adalah keadaan materi keempat, yang terdiri dari molekul-molekul bermuatan negatif yang diproyeksikan dengan kecepatan tinggi dari katode.[24]
Fisikawan Britania kelahiran Jerman Arthur Schuster memperluas eksperimen Crookes dengan memasang dua pelat logam secara paralel terhadap sinar katode dan memberikan potensial listrik antara dua pelat tersebut. Medan ini kemudian membelokkan sinar menuju pelat bermuatan positif, memberikan bukti lebih jauh bahwa sinar ini mengandung muatan negatif. Dengan mengukur besar pembelokan sinar sesuai dengan arus listrik yang diberikan, pada tahun 1890, Schuster berhasil memperkirakan rasio massa terhadap muatan komponen-komponen sinar. Namun, perhitungan ini menghasilkan nilai yang seribu kali lebih besar daripada yang diperkirakan, sehingga perhitungan ini tidak dipercayai pada saat itu.[22][25]
Pada tahun 1896, fisikawan Britania J. J. Thomson, bersama dengan koleganya John S. Townsend dan H. A. Wilson,[1] melakukan eksperimen yang mengindikasikan bahwa sinar katode benar-benar merupakan partikel baru dan bukanlah gelombang, atom, ataupun molekul seperti yang dipercayai sebelumnya. Thomson membuat perkiraan yang cukup baik dalam menentukan muatan e dan massa m, dan menemukan bahwa partikel sinar katode, yang ia sebut "corpuscles" mungkin bermassa seperseribu massa ion terkecil yang pernah diketahui (hidrogen).[7] Ia menunjukkan bahwa nisbah massa terhadap muatan, e/m, tidak tergantung pada material katode. Ia lebih jauh lagi menunjukkan bahwa partikel bermuatan negatif yang dihasilkan oleh bahan-bahan radioaktif, bahan-bahan yang dipanaskan, atau bahan-bahan yang berpendar bersifat universal.[26] Nama elektron kemudian diajukan untuk menamakan partikel ini oleh fisikawan Irlandia George F. Fitzgerald, dan seterusnya mendapatkan penerimaan yang universal.[22]
Manakala sedang mengkaji mineral fluoresens pada tahun 1896, fisikawan Perancis Henri Becquerel menemukan bahwa mineral tersebut memancarkan radiasi tanpa terpapar sumber energi eksternal. Bahan radioaktif ini menarik perhatian banyak ilmuwan, meliputi ilmuwan Selandia Baru Ernest Rutherford yang menemukan bahwa partikel ini memancarkan partikel. Ia melabeli partikel ini partikel alfa dan partikel beta berdasarkan kemampuannya menembus materi.[27] Pada tahun 1900, Becquerel menunjukkan bahwa emisi sinar beta oleh radium dapat dibelokkan oleh medan listrik, dan rasio massa terhadap muatannya adalah sama dengan rasio massa terhadap muatan sinar katode.[28] Bukti ini menguatkan pandangan bahwa elektron merupakan komponen atom.[29][30]
Muatan elektron kemudian diukur lebih seksama lagi oleh fisikawan Amerika Robert Millikan dalam Percobaan tetesan minyak pada tahun 1909. Hasil percobaan ini dipublikasikan pada tahun 1911. Percobaan ini menggunakan medan listrik untuk mencegah tetesan minyak bermuatan jatuh sebagai akibat dari gravitasi. Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini dapat mengukur muatan listrik dari 1–150 ion dengan batas kesalahan kurang dari 0,3%. Percobaan yang mirip dengan percobaan Millikan sebelumnya telah dilakukan oleh Thomson, menggunakan tetesan awan air bermuatan yang dihasilkan dari elektrolisis,[1] dan oleh Abram Ioffe pada tahun 1911, yang secara independen mendapatkan hasil yang sama dengan Millikan menggunakan mikropartikel logam bermuatan. Ia mempublikasikan hasil percobaannya pada tahun 1913.[31] Namun, tetesan minyak lebih stabil daripada tetesan air karena laju penguapan minyak yang lebih lambat, sehingga lebih cocok digunakan untuk percobaan dalam periode waktu yang lama.[32]
Sekitar permulaan abad ke-20, ditemukan bahwa di bawah kondisi tertentu, partikel bermuatan yang bergerak cepat dapat menyebabkan kondensasi uap air yang lewat jenuh di sepanjang lintasan partikel tersebut. pada tahun 1911, Charles Wilson menggunakan prinsip ini untuk membangun bilik kabut, mengijikan pelacakan partikel-partikel bermuatan seperti elektron yang bergerak cepat untuk difoto.[33]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar